Hany n Nabiel

Monday, October 31, 2005

Luka karena warna



“Tak ada yang harus di syukuri ketika kita tak
punya kemauan dan terus dipaksa, walaupun akhirnya manis, tapi tetap
menyakitkan”

Ketika itu aku dan dia duduk berdua, menonton acara yang lagi booming di Indonesia, tapi tidak begitu di sini. Suatu keanehan bagi temanku, ketika aku kembali ke Indonesia dan tidak tahu apa itu Indonesian Idol.
“Itu loh Kak, yang contekan dari American Idol,masak ga tau?” Adikku yang baru saja menjemputku di bandara berbicara tentang “perkembangan Indonesia.”
“lagi demam itu”
“Oooo” Cuma itu yang keluar dari mulutku.
“Vit, kamu tinggal di country yah kok sampe ga tau Beyonce sih,” Hehehehe, suerrr, aku ga menikmati acara tivi di sini, aku menikamati persahabatan dengan roommate ku, Indian, Turkish, dan Uzbek.
Tiada hari tanpa kami habiskan di meja dapur dengan secangkir Turkish café atau hanya teh celup sambil ngolor ngidul, menertawakan dunia terkadang. So, ga ada waktu buat menelusuri apa yang lagi trend di tivi. Apakah ini suatu pembelaan? Ah entahlah.

Seorang peserta yang dengan sombongnya menghina Simmon, mengaku punya hubungan kekeluargaan dengan Tony Braxton, kontan saja dia berceloteh,
“Yeah, no relation but same plantation,” dan ketawanya lepas mengakak, dan aku pun ikut-ikutan.
Tapi aku kemudian terdiam, begitulah rupanya luka “slavery” itu menganga terus, hingga tertawa terasa sangat menyakitkan bagi mereka.

“When you will go to New York,” tanya Deanne.
“Next Wednesday,”jawabku.
“Wah, kata orang disana ada “Black Market” yang jual barang-barang bermerek yang “inexpensive”.”
“Kenapa sih, orang menyebutnya Black Market?” Kenapa ga White Market? Kenapa Black Magic bukannya White Magic?”
“Kenapa selalu yang black berkonotasi jahat?”
“Dan kenapa Afrika disebut Black Continent? Padahal orang Afrika sendiri lebih menyebut dirinya African bukannya Black. Dan tak ada orang yang berwarna benar-benar black, tapi cuma brown.” Serangan yang memiliki luka menganga itu semakin membuat dirinya terluka.

“Tau ga Vit, menjadi muslim juga belum membuat kami lepas dari diskriminasi, jika kami datang ke mesjid yang kebetulan jemaahnya kebanyakan Pakistan atau India, atau Arab, mereka selalu memandang curiga kepada kami,bahkan sampai hatinya untuk menjauh dan tidak mau bersebelahan kalau sholat.”

Aku tertunduk, bukankah kita (berkulit hitam, putih, sawo matang, sawo busuk, kuning langsat, kuning gading, coklat susu) yang sebenarnya menggembar-gemborkan putih adalah cantik, putih adalah suci, putih adalah impian, being lighter feels better, sekarang kenapa kita yang protes?

Dengan penuh hati-hati, kusampaikan pendapatku yang garing,
“So, don’t follow them, beradalah di posisi memandang hati daripada warna kulit. Jangan terlalu pesimistik terhadap akan adanya perubahan, percayalah, jika kau mulai dari dirimu untuk menghormati manusia dari sisi hati yang terdalam, maka semakin banyak orang yang berbuat sama. Jangan terhanyut akan balas dendam. Menyakitkan.”

Terhampang di depanku sebuah layar, ada seorang gadis kecil yang berjuluk “keling” di rumahnya, karena warna kulitnya yang tak seterang anggota keluarga lainnya, yang sempat membuatnya tak percaya diri kalau dirinya cantik. Dan gadis itu kini jauh di atas mimpi anggota keluarga lainnya, membuat mereka bangga bercerita. Menjadi lebih gelap ternyata tak harus membuat gadis itu kehilangan masa depan dan mimpi.

Picture was taken at bowling alley nya Brunswick Zone setahun yang lalu, demi mengusung perbedaan warna.

Sunday, October 30, 2005

Lebaran yang kurindukan


Internet user di Indonesia pasti menurun drastis di waktu-waktu ini. Yah, pada lebaran kan, mudik. Asyik yah bisa berlebaran bersama keluarga, kumpul tertawa bersama, itu lebih mengasyikkan daripada sibuk di depan komputer. Andai aku juga bisa merasakan kebahagiaan itu sekarang, wah, rasanya seperti mendapat segenggam berlian gratis hehehe.

Setiap aku melihat email-email di milis, bahkan moderator milis juga ikut-ikutan meng-off-kan milisnya, aku turut juga kok merasakan kebahagiaan di hari lebaran. Terkadang airmataku menetes, sedikit iri dengan kebahagian teman-teman yang berencana pulang mudik.

Perasaan rindu yang begitulah yang membuatku menangis tersedu-sedu. Sen demi sen kuhabiskan hanya untuk menelepon rumah, hampir setiap hari. Menanyakan apakah bang ini udah nyampe, kak itu lagi mempersiapkan apa untuk lebaran, tingkah polah ponakan-ponakan yang lucu. Bapak yang selalu sabar menanggapi pertanyaan-pertanyaanku. Kadang aku terpingkal-pingkal di ujung telepon, karena cerita ponakan-ponakanku yang semakin lucu, kadang aku juga menangis, duh 3 hari raya tanpa keluarga besarku.

Lebaran ini berbeda dari kemarin, karena Ibunda sudah tiada. Tapi aku yakin tidak mengurangi kegembiraan berkumpul di keluargaku. Fokusnya sekarang adalah ke Bapak tercinta. Apapun sekarang demi kebahagiaan Bapak. Tak sadar, sudut-sudut mata ini pun basah, rindu duduk bersama dengan saudara-saudaraku yang lain di depan rumah, sambil bercengkarama. Apalagi jalan di depan rumah sekarang sudah bagus, jadilah tiap malam menjadi tempat kongkow keluarga.

Belum lagi kerinduan makan lontong bersama, duh hati ini jadi lebih teriris-iris. Bukan berarti di sini tidak bisa bikin lontong atau makan lontong, ah mudah kok, tapi kebersamaan dan kekeluargaan itu yang menambah sedap lontong "medan"ku.

Anyway, SELAMAT BERLEBARAN, MAAF LAHIR DAN BATHIN, TAQABBALLAHU MINNA WAMINKUM. Be safe on the way to mudik, salamku buat kehangatan keluargamu.

Picture was taken by me, Chicago river sidewalk, someday on August 2005. I Love Chicago, go White Sox!!!!!!!

Tuesday, October 25, 2005

Office di sini




Tiba-tiba kok pingin bercerita tentang kerjaan. Setelah tamat dari sini Januari tahun 2000, aku dapat tawaran kerja di sini dan di sini. Aku memilih bekerja di sini, dengan jenjang yang memang sesuai dengan kemampuanku. Dari sinilah aku belajar banyak tentang administrasi nasional dan internasional. Aku juga belajar banyak tentang karakter manusia, segalanya menempa sikap positifku semakin tangguh. Cukup lama, 3 tahun. Akhir tahun 2002, aku pun melangkahkan kaki di sini , bagiku ini pekerjaan keren, soalnya aku yang dari Medan bisa ngacir ke situ. Kenalan dengan banyak 'manusia-manusia smart' yang selalu membuatku terpengarah dan terbuka fikiran, bahwa di atas langit ada langit, atau ada dunia lain disana. Setelah 6 bulan di situ, suatu hari si sini, kemudian mengajar dan mengambil kelaslah aku di sini. Setahun kemudian setelah beasiswa itu selesai, aku kembali lagi dan kuliah lagi di sini, sembari bekerja di sini. So kalau dihitung-hitung aku dah kerja hampir 5 tahun. Kalau ditanya, kamu mau kerja dengan spesialisasi apa? Aku sekarang bisa mantep menjawab, "mau kerja administrasi aja deh, Bang," sambil memilin-milin ujung baju dan duduk dengan posisi tersipu-sipu, persis seperti cewek di filem-filemnya Bang Benyamin, hehehehehe.

Picture was taken by me, di suatu siang yang panas di sebuah kota kecil 4 bulan yang lalu, disebuah ruangan terpencil di sini

Monday, October 24, 2005

Unrelated (believe me, trust me)

Apa yang terlupa yah, banyak, sengaja atau tidak itu memang “terlupa”. Atau ada kata terpaksa di situ, mengekor satu perasaan tadi yang kau sebut-sebut, “Aku rindu…”. Terlupa sejak kapan?
Satu dua memori itu seperti sebuah scene yang bergantian datang di otak. Sebentar,
“Kemarin aku makan lamb,” Uenak,” tiba-tiba saja aroma daging panggang menjenguk hidung sebentar.
Terlupa. Tadi ada jeda dalam otak, coba untuk berkonsentrasi pada satu titik. Ah lupa , atau terlupa?
“Masih terasa sedapnya,”
“Bicara apa kamu,”
“Itu, daging kambing yang di “oven” kemarin, enak, slrup slurp,”
“Ah itu lagi itu lagi,”
Apa yang membuat terlupa? Begini, ada sekawanan memori jahat yang mencoba untuk mengorek-orek kerinduan itu. Padahal sudah dipagar dengan optimisme masa depan, masih saja bisa bobol.
Jadi? Boleh dong meng’excuse’kan lupa, wajar dong, namanya manusia.
“hmmm, semerbak ‘I love Cilantro’ , gilaa aku masih membauinya, oh daging kambing panggang dalam oven,”
“mulai lagi deh dengan imaji mu tentang the last bite of lamb kemarin, sudah, sudah, besok saja kembali, kalau mau fokus cerita”
“BLAMMMMM”
Dan pintu itu tertutup.

Aku rindu...


Harus Bagaimana?
Bagaimana lagi?
Rindu itu seperti ombak yang menampar-nampar tepian pantai
Merintih perih, tanpa suara, menjejalkan keesedihan di setiap rongga yang terbuka
Pagi,…
Rintik hujan,…
Bau rumput basah,…
Begitu merisaukan hati, menikam memori,
Begitu banyak kata yang mendesak
Aku rindu…

picture by http://www.artisticpage.com/julies-heart/igmt-

Wednesday, October 12, 2005

Dermaga di tepi Manhattan (pendapat anda yang mbaca postingan ini gimana?)

“mau kemana?”
“ke luar sebentar”…
Dan kaki itu pun tak pernah kembali ke
kapal niaga tersebut.

“Aku mencintai Amerika, dik, New York sudah seperti
kampung halamanku,”
“Maafkan aku,”

Aku menoleh, kurasakan kepedihan
itu, air mataku pun jatuh beruraian.
“Bukankah kau bilang kau mencintai aku?” Batinku ….sambil menjejakkan kaki di JFK.



Hehehe, gimana yah kalau aku bikin novel, dulu sih pernah waktu kerja di KPPU, tapi sayang, hilang entah kemana tuh naskah. Padahal udah jadi lebih dari 100 halaman, kisahnya juga udah begitu matengnya, waktu itu ga kepikir kalau akan di New York, tapi setting cerita udah menyentuh dikit2 tentang NY, maklum waktu itu September 11 baru aja kejadian. Duh, dimana yah naskah itu ………

Btw, gini aja, jika anda iseng2 mbuka ini blog, kasih koment ke saya , haruskah saya menulis novel dengan judul ini? Ok, tak tunggu, kalau ga ada koment juga akan dibuat kok, iseng2 , wong cover depannya udah jadi gitu hehehehehe...

PS: Ga ada hubungannya dengan Seribu Kunang-Kunang di Manhattan, malah belum pernah baca!

Tuesday, October 11, 2005

Minggu ini....

Weekend kemarin di undang iftar sekaligus ulang tahun salah satu anak temanku. Rasanya memang indah, kalau kita masih merasakan keindahan Ramadhan walaupun jauh di negri orang yang muslimnya minoritas. Disuguhi smoked chicken, lamb dan juga yellow rice, menambah keakraban kami diselingi dengan perbincangan seputar dunia Islam.

Well, salah seorang teman yang masih reluctant untuk berjilbab, melempar banyak sisi negatif orang-orang berjilbab. Satu kalimat dari kami, maka 3 kalimat akan meluncur dengan lancar sebagai tameng dari ke excuse an nya untuk tidak berjilbab. Apakah Allah masih menutup hatinya untuk kebenaran? Atau dia sudah demikian faham memaknai perintahNya? Wawlahua'lam...

Kembali ke keadaan badan, masih struggle untuk bisa duduk di ruang kelas selama 4 hari dan kerja selama tiga hari dalam satu minggu. Minggu ini, makan udah begitu lancarnya, kalau ga makan malah mual, perutpun terasa kenceng banget. Masih dalam miggu ini, exam sudah menanti di depan mata, aku harap bisa melaluinya dengan sukses, so, bulan January dah pindah ke NY mendampingi suami. Rasanya ga kuat banget kalau harus sendirian fighting dalam keadaan hamil begini. Suamipun cuma bisa berkata, "sabar, sabar, selesaian aja dulu semua course nya, insyaAllah kamu tegar kok." Hehehehe, ini mah di gagah2 in supaya tegar.

Mau ke academic advisor, mo nanya2 untuk ambil kelas capstone aja for next semester, soalnya kalau research dah ga sanggup, aku kan harus mementingkan kesehatan calon bayi juga, ya insyaAllah capstone nya juga ga harus attend the class every week. Denger2 sih dari Audrey, cuma 2 kali pertemuan, cihuyyyyy, kalau iya.

Saturday, October 08, 2005

Diantara masa sakit


Alhamdulillah, ternyata Mesjid yang di Frankfort sudah jadi, wah indah dan besar. Padahal 2 tahun yang lalu kita kalau sholat cuma di sebuah Warehouse. Begitupun, tiap Jum'at selalu penuh. Nah kemarin, Sazia bilang mesjid akan mengadakan sholat jum'at untuk yang pertama kali sejak di bangun, wah Subhanalah, aku sampai takjub, kok bisa yah ada bangunan mesjid seindah itu? baguss banget. Si kembar sampai ga mau pulang, padahal suhu dah 50 degrees di luar.

Terus mampir ke rumah sazia, lingkungannya asri banget, begitu nyampe di ruang tamu, Ibunya dah siap dengan kado pernikahan yang tertunda hehehehe, masih ingat juga, Alhamdulillah. Kebetulan karena kita lagi "ga" puasa, nursing dan ibu hamil, kita dijamu cake. Ngobrol sana-sini, akhirnya lidah ini berujar juga, "pinter buat nasi briyanni ga sih?" eh tau-tau si Sazia dah nawarin aja, "Vita mau nih?" We cooked yesterday." Yuhuiiii, boleh dong.

Begitu dikeluarin, langsung kandas, "Still want some more?" He eh deh, embat lagi, hehehehehe, padahal kalo ga makan rasanya mual banget, ngeliat juga mual, tapi kalo dah nyampe di mulut, rasanya huuuihhhh lecker, gurih...yummy in my tummy, kata si kembar.

Sakinah Mawaddah Wa rahmah, Marjo's family
Daisypath Ticker