Soal blog

Kata para petinggi blogger (ciee siapa nih), blog itu merupakan cerminan dari si empunya. Dari gaya tulisan, cara menuangkan ide, kreatifitas, bobot dari isinya dan segala tetek bengeknya adalah benar-benar refleksi diri si blogger.
Menurut pengalaman saya, teori di atas memang benar. Ketika sang blogger menutup jati dirinya, maka watak asli dirinya terlihat dari gaya tulisannya. Intelektualkah dia, rendah hatikah dia, follower sejatikah dia, kreatifkah dia, semua kelihatan dari isi blognya.
Terkadang saya malu sendiri ketika membaca blog orang lain yang penuh dengan manfaat bagi pembacanya, karena dibandingkan dengan blog saya, maka tampaklah kualitas diri ini (macem judul lagu aja). Ingin rasanya menulis dengan bobot yang berat, tapi terhalang dengan malasnya mencari referensi. Ini sebenarnya terpengaruh dari gaya membaca saya yang 'scanning type', karena itu informasi yang tinggal di otak cuma sedikit sekali, dan ketika harus menggali informasi lain, ya itu tadi malas mencari referensi.
Ketika ingin mengutarakan hal-hal yang ringan, maka saya selalu kehabisan kata-kata. Mungkin ini dibayangi oleh rasa takut akan terlalu menarsiskan diri. Padahal dengan berblog-ria ini, saya merasa sudah sangat 'exploited' dengan diri sendiri, so, ketakutan yang di atas sangat tidak bermanfaat.
So, bagi saya sekarang, berblog ini merupakan sarana untuk menghimpun memori, terutama memori anak saya, Ashany Hanan, yang cantik itu. Saya berharap, Hany bisa belajar untuk berani melihat kehidupan masa lalunya dan keluarganya. Tentu saja, karena ini bisa diakses 'worldwide', saya hanya bisa mempost hal-hal yang membahagiakan hati saja. Munafikkah? Ah, tidak, saya berprinsip, jika Allah tidak membuka aib kita, mengapa kita berusaha membeberkannya? Alangkah tak bersyukurnya....