Hany n Nabiel

Wednesday, August 03, 2005

Mimpimu adalah Pilihan (juga)


Langkah kakiku bergegas menuju ruang kelas di penghujung sore itu. Di depan ACS Lab, lab komputer, langkah bergegas ini terhenti sejenak, kupalingkan kepala ke kanan, dua orang anak lelaki dan seorang wanita setengah baya duduk di patio tepat di samping lab itu. Tanpa bermaksud mau tau, aku melirik dengan cepat apa yang ada di atas meja, oh ternyata si "boy" kecil behampiran dengan sebuah kotak besar dan astaga, di kotak besar itu tertulis, "FUND RAISER, EVERYTHING FOR 1 DOLLAR, FOR MY EDUCATION".
Entah perasaan apa yang berkecamuk dihatiku saat itu, kasian ahh bukan, prihatin ahh apa bedanya, aneh ah tak lah, jadi apa dong? Aku paksakan kakiku untuk melangkah dan melewati mereka. Kejam, kataku dalam hati.
Di ruang kelas, konsentrasiku terpecah belah, sang professor mengoceh jenaka tentang kenakalannya ketika sekolah. Dia bilang dia lemah dalam bidang ilmu kimia, tapi dia suka datang ke kelas kimia tersebut tanpa rasa malas sedikitpun.
"tau gak kenapa, brur," "karena gurunya damned pretty."
Meledaklah tawa 25 mahasiswa S2 di kelas SDM malam itu. Sebab konon dulu si professor datang ke kelas hanya untuk duduk di depan, senyam senyum mengikuti gerak langkah si guru yang damned pretty itu di dalam kelas.
"dan aku dapat nilai D"
kelas pun terbaur dalam gelak tawa lagi.
Dinginnya udara di musim salju membuat suasana hatiku pun menjadi melodrama. Ah tak hanya di Indonesia ada kesusahan dan kenakalan di sekolah tapi di sini juga ada. Maaf, jangan menjawab pembaca. Perlu ditambahkan aku gak penah mengalami "cultural shock" kok.
Seketika aku teringat Koran kompas tertanggal 24 Agustus 2003, Tak Mampu Bayar Biaya Kegiatan Ekstrakurikuler Seorang Siswa SD Gantung Diri.
Haryanto, nama anak itu, tanpa meninggalkan sepucuk surat ataupun memo memilih untuk mengakhiri dirinya yang menurut spekulasi adalah karena merasa malu ditagih biaya kegiatan ekstrakurikuler yang cuma sebesar Rp 2500.
Ah, Haryanto, kisahmu menginspirasi orang untuk menulis ya hanya menulis tentang kepedihan betapa susahnya bersekolah di indonesia. Seolah-olah pendidikan hanya untuk orang-orang berduit saja. Dan para penulis yang merasa berada di "posisi"mu pun ramai-ramai menuding sini dan situ. Dan penulis yang merasa ada ditengah-tengah antara dirimu dan pihak yang dituding-tuding memilih untuk berandai-andai.
Pikiranku kembali lagi ke si "boy" dan "keluarganya". Si boy duduk di meja dan menjual aneka makanan ringan yang bisa dibeli di vendor machine di seluruh kampus dengan harga patokan "sedolar untuk semua produk" yang tentu saja lebih mahal. Tapi si boy punya cara untuk tidak menyerah mencari uang untuk pendidikannya. Yang wawlahu'alam bissawab benar atau tidak. Tapi cara berjualan di kampus itu yang membuatku berandai-andai, ahh andai si Haryanto punya pikiran untuk jualan di kampus ITB, Unpad atau di IPB, dengan tulisan, "AKANG DAN TETEH, BELI DONG BUAT BANTU BAYAR BIAYA EKSTRAKURIKULER, CUMA 5OOO AJA UNTUK SEMUA ITEMS". Dijamin, mahasiswa Indonesia yang terkenal sampai ke luar negri karena kegigihannya menentang rezim dan kegigihannya berdemonstrasi pasti tak akan segan-segan mengeluarkan uang 5000 perak dari koceknya.

Renunganku berlanjut, aneh ya kenapa ada tersambung 2.
Pasalnya sang sekretaris supervisorku mewanti-wanti agar hadir lebih pagi hari ini. Karena di Center of Performing Arts katanya ada acara memperingati ulang tahunnya Dr. Martin Luther King, Jr. Setengah tergopoh-gopoh aku berjalan memasuki ruangan pagelaran itu. Selintas aku melihat deretan pria dan wanita berseragam, setelah aku duduk dan memperhatikan lebih tajam, alamak itu mah anak-anak SMP dan SMA-nya Amerika yang berseragam ala militer dan oooo di dalam ruangan ternyata isinya melulu anak sekolahan. Masih penuh tanda tanya aku ikuti acara itu.
Aku baca selebaran yang ada ditanganku "Honoring The Life of Dr. Martin Luther King, Jr. THE DREAM IS THE VISION, Celebrated in Music, Dance and the Spoken Word."
Acaranya terkesan sederhana sepertinya. Seperti biasa ada opening remarks, ada acara welcome tapi bentar dulu apa nih, ada pertunjukan dari anak-anak sekolah ini, ada Lamba - Dance of Life and Dance of Transition, ada Donba - Dance of Celebration.
Ada pertunjukan mmm macam tebe-tebe nya tentara Indonesia, tapi ini tanpa musik dan manis sekali ditampilkan oleh anak-anak dari Carver Military Academy. Dari mulai yang kurus, tinggi dan berpostur tentara sampai yang gendut, pendek dan "Chubby" ada di team tertampil tersebut. Wah gak pandang bulu, coba kalo di Indonesia, mesti yang tinggi, putih, postur tentara, calon paskibraka atau setidak-tidaknya ada di jejeran top ten nya ganteng dan cantik. Ahhh... Stop pembaca, jangan komentar. Harmonisasi bukan dinilai dari postur bagi mereka, tapi dari kemamuan dan kemampuan, yang belakangan bisa diasah tohhhhh (hehehe ingat filim Police Academy gak).
Acara bergulir ke "What You Have to Do to Make the Dream Come True". Si penceramah ini dengan gaya "rapper" kulit hitam memulai step-nya. Dan semua penonton di beri kertas dan pensil untuk menulis langkah-langkah yang akan dibeberkannya.
"Untuk membuat impianmu tercapai," katanya berulang-ulang,
"Satu, Percaya kepada diri sendiri,"
"Boleh percaya kepada orang tua, temen, guru dan lain-lain, tapi yang utama adalah percaya kepada diri sendiri, I CAN DO IT,"
Penonton pun bersorak ,"AHAAK AHAAK AHAAK," dan bertepuk tangan.
"Kedua, Kamu harus tau apa yang kamu mau"
Gaplokan tangan dan teriakan yes pun membahana.
"Langkah ketiga, Persiapkan diri untuk mencapai cita-citamu,"
"Keempat, Pengorbanan,"
Tawa riuh rendah dari penonton ketika kata ini diucapkan, soalnya pengorbananya cuma sederhana, JANGAN BANYAK NONTON TIVI. Hehehe, aku tertawa geli teringat ads di tivi tentang menu parenthal control yang ada di tivi kabel. Akh, proteksi supaya jangan banyak atau tidak nonton tivi, nyata adanya di sini. Pembaca, tanggapi saya dari forum.
"Pay the cost if u wanna be a boss" teriak si penceramah.
"Kelima, gunakan kekuatanmu yang paling super," maksud si penceramah sih, kalau kamu kuat kamu bisa memilah-milih teman bermain. Gak perlu takut bilang tidak jika si bandel "Getto" ngajak macam-macam.
"Keenam, anak-anak sekalian kalau boleh, jangan berpikir untuk jadi parent dulu." Wah Amerika memang besar angka pernikahan dininya. Bayangkan usia seumur penulis, rata-rata mereka dah punya anak umur sepuluh tahun jekkk.
"Ketujuh, usahakan agar tetap hidup, jangan ngedrugs, plan your future not your funeral, kamu punya pilihan untuk hidup atau drugs, Elvis Presley punya pilihan untuk hidup atau drugs, tapi dia milih drugs, karena drugs dan kematian adalah pasangan sejiwa."
Ruangan tenang sejenak, ucapan sang penceramah benar-benar menikam kalbuku. Ah terbayang lagi ads di tivi. Benar kok, iklan rokok hampir tak ada di tivi kabel di negara bagian ini, yang banyak malah iklan, bagaimana keluar dari ketergantungan merokok.
"Nah, kedelapan, selalu gunakan apa-apa yang terbaik dari dirimu, jangan takut dibilang nerd, mana tau dia yang manggil kamu nerd akhir hidupnya cuma jadi clerk, jadilah dirimu yang terbaik menurutmu."
"Jangan pernah merasa puas, nah itu langkah yang kesembilan, terus berupaya, gapai cita-citamu,"
"Dan yang paling penting, jangan pernah menyerah,"
Tepukan dan teriakan ahak ahak mengakhiri ceramah tersebut, sungguh powerful, ahh kalau di Indonesia ada satu saja kepala sekolah atau jangan deh, guru yang semangatnya membara begitu, mungkin murid-murid Indonesia akan lebih pintar lagi ya atau akan lebih punya visi kedepan yah, jadi bukan hanya cita-cita jadi dokter tapi cita-cita untuk jadi "orang", walah ini jawabnnya pasti "emang selama ini monyet?"
Acara masih bergulir dengan ritmenya yang teratur, seorang pemuda gendut (tipikal orang amerika), menyentuhkan jari-jarinya di tuts piano, "I Believe I Can Fly" nya R-Kelly mengalun dengan lembut, anak-anak ABG tersebut bersahut-sahutan mengikuti syair-syairnya.
Si pemuda kemudian bergeser ke tangah pentas dan dengan gaya akapela menyanyikan lagu Happy Birthday, Dr. King-nya Stevie Wonder. Semua penonton berdiri dan bernyanyi bersama-sama, sambil bergaplokan tangan bergoyang kesana kemari seirama. Begitu menggembirakan, sampai-sampai sang sekretaris supervisor disebelahku berbisik,
"Eh, kayaknya si janitor ini perlu di dorong untuk masuk dapur rekaman loh."
Hahhhhhh, walah si pemuda gendut bersuara better than R-Kelly itu ternyata cuma petugas kebersihan di kampus, walamakkkkkkkkkkkkkkkk.
Benar-benar lagu si R-Kelly itu menginspirasi.....
I believe I can flyI believe I can touch the skyI think about it every night and daySpread my wings and fly awayI believe I can soarI see me running through that open doorI believe I can flyI believe I can flyOh, I believe I can fly
Balik lagi ke mendiang Haryanto, ahhhh aku tak punya komentar apa-apa. Ingatan-ingatan kelabuku menelusuri memori, bahwa pernah suatu malam aku melihat prasasti si Martin Luther King di depan Monumen Washington........ I HAVE A DREAM........, sungguh aku tak tergila-gila, tapi mimpi adalah salah satu pilihan.

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Sakinah Mawaddah Wa rahmah, Marjo's family
Daisypath Ticker